Mahyuddin merasa tidak puas dengan keputusan pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan Lambuya sejak tahun 2018. Pemberhentiannya didasarkan pada rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat.
Berdasarkan data kepegawaian yang dimiliki, BKN Pusat merekomendasikan pemberhentian tidak hormat terhadap Mahyuddin karena diduga terlibat dalam pemalsuan data saat diangkat menjadi PNS pada tahun 2010
Namun, Mahyuddin membantah tuduhan tersebut dan berharap agar dirinya dapat diangkat kembali sebagai PNS serta mendapatkan kembali semua hak-haknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemeriksaan terhadap Mahyuddin telah dilakukan pada pukul 11.20 WITA dalam kondisi aman dan lancar,” ucapnya seperti yang dilansir dari RRI.
Dalam kasus pemberhentian tidak hormat ini, Mahyuddin belum pernah melakukan upaya hukum setelah NIP-nya dibatalkan dan tidak terdaftar lagi dalam aplikasi kepegawaian BKN.
Terkait aksi menerobos pengamanan Presiden, Sekda Sultra menyerahkan sepenuhnya kepada aparat keamanan untuk memproses lebih lanjut jika ditemukan dugaan motif lain selain keinginan Mahyuddin untuk menyampaikan keluhannya langsung kepada Presiden RI.
Penjelasan Istana
Pihak Istana melalui Plt Deputi Protokol, Pers, dan Media, Yusuf Permana, memberikan penjelasan mengenai insiden tersebut.
Yusuf menjelaskan bahwa Paspampres dengan cepat menghadang Mahyuddin untuk menghindari gangguan terhadap Presiden Jokowi yang sedang memberikan keterangan pers.
Setelah dilakukan komunikasi, diketahui bahwa Mahyuddin ingin menyampaikan masalah kepegawaiannya sebagai mantan PNS kepada Presiden Jokowi.
Suparjo dari BKPSDM Konawe menegaskan bahwa Mahyuddin sudah tidak memiliki hak untuk menerima gaji sebagai PNS sejak diberhentikan pada tahun 2022 karena dugaan pemalsuan ijazah.
“Tidak ada penahanan gaji karena Mahyuddin sudah bukan lagi PNS yang terdaftar di Badan Kepegawaian Negara (BKN),” ucapnya. (*)
Halaman : 1 2