Potretsumut.com – Ombudsman, lembaga negara pengawasan pelayanan publik, menduga Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) melakukan maladministrasi.
Keberlanjutan investigasi ini dipicu oleh kerugian signifikan yang dialami korban perusahaan pialang, mencapai miliaran rupiah.
Dalam rentang tahun 2021-2024, Ombudsman menerima 29 laporan dari korban yang menunjukkan enam perusahaan pialang terlibat, termasuk PT Midtou Aryacom Futures, PT Bestprofit Futures, PT Rifan Financindo Berjangka, PT Global Kapital Investama Berjangka, PT Equityworld Futures, dan PT MIF serta PT SAM. dengan total kerugian mencapai Rp 68 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa Ombudsman memiliki empat fokus utama terkait dugaan maladministrasi ini.
“Jadi dalam menyelesaikan hukum itu boleh menyangka jangan-jangan ada maladministrasi. Sehingga dapat empat hal yang kami fokuskan dalam maladministrasi ini,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2024).
Pertama, terdapat dugaan pengabaian kewajiban hukum, terutama dalam pelaksanaan kewenangan penyidikan.
Yeka menyatakan bahwa seharusnya Bappebti melakukan penyidikan, tetapi data menunjukkan bahwa hanya sanksi administratif yang diberikan tanpa dilanjutkan dengan penyidikan.
Dugaan pertama terkait dengan pengabaian kewajiban hukum, terutama dalam pelaksanaan kewenangan penyidikan.
Yeka menyoroti bahwa Bappebti seharusnya melakukan penyidikan, namun data menunjukkan hanya sanksi administratif yang diberikan, tanpa melanjutkan proses penyidikan.
Dugaan kedua menyoroti pengawasan preventif yang dianggap gagal dilaksanakan oleh Bappebti. Yeka mengkritik bahwa Bappebti tidak berhasil menjalankan fungsi pengawasan preventif karena banyaknya laporan yang serupa terkait pialang berjangka.
Selain itu, Bappebti dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban hukum dalam pelaksanaan kewenangan pemantauan dan evaluasi penanganan pengaduan.
Dugaan ketiga berkaitan dengan lambatnya penanganan pengaduan oleh Bappebti. Yeka menyebut bahwa penanganan laporan tindak lanjut oleh Bappebti memerlukan waktu beratus-ratus hari, yang menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi dan kualitas layanan.
“Selanjutnya, pengabaian kewajiban hukum dalam melaksanakan kewenangan pengawasan preventif. Begitu jelas mandat konstitusi untuk melakukan penyidikan dan pengawasan preventif,” lanjutnya.
Ombudsman menilai bahwa lamanya penanganan menandakan adanya permasalahan yang perlu dievaluasi, termasuk pertimbangan untuk penambahan SDM, peningkatan anggaran, dan perbaikan dalam sistem pengaduan online.
Dugaan maladministrasi di Bappebti menjadi sorotan serius Ombudsman, yang menandakan adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
“Pasti kalau lama begitu ada yang salah. Apakah SDM-nya harus ditambah? Ya masa kita nggak bisa evaluasi? Apakah anggarannya harus ditingkatkan? Ya mestinya bisa dong. Lantas yang terakhir adalah penundaan berlarut dalam layanan sistem pengaduan online Bappebti,” imbuhnya.
Kasus ini memunculkan pertanyaan kritis tentang integritas dan kualitas pengawasan di sektor perdagangan berjangka komoditi.
Masyarakat berharap agar investigasi ini membawa perbaikan signifikan dalam sistem pengawasan dan pelayanan publik di Indonesia.
Sumber: detik finance