Potretsumut.com – Delapan pengungsi Rohingya diamankan oleh Kepolisian Resor (Polres) Belu dari kediaman Kornelis Paibesi (40) di Dusun Fatubesi, Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada hari Minggu, (10/12/2023).
Saat ditangkap, para pengungsi ini kedapatan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang mereka buat di Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Mereka mengklaim sebagai penduduk asli NTT dengan menggunakan nama-nama seperti Ibrahim Bau, Awang Prawiro, Nasir, Sobrianto, Alberto, Antonius, Gipson, dan Alberto dalam KTP palsu tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengungsi Rohingya dari Bangladesh ini ditemukan dengan KTP Medan yang diduga palsu.
Mereka mengakui telah membayar sejumlah uang sebesar Rp 300 ribu per orang untuk mendapatkan dokumen KTP palsu tersebut di Medan.
[irp]
Dengan menggunakan dokumen palsu yang diduga dicetak di Medan, mereka berhasil memasuki wilayah Nusa Tenggara Timur.
Wali Kota Medan Bobby Nasution, memberikan tanggapan terhadap masalah ini.
Dia mengungkapkan bahwa telah mengingatkan petugas dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), camat, serta lurah untuk tidak terlibat dalam praktik pengurusan KTP yang tidak sah.
Bobby menjelaskan bahwa sudah ada beberapa kasus pemalsuan data dalam pengurusan KTP yang telah ditemukan di Kota Medan.
Dia menegaskan bahwa siapapun Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam pemalsuan data akan ditindak dengan tegas.
Dia juga menyebutkan bahwa sebelumnya telah terjadi kasus pemalsuan data KTP untuk keperluan seperti pengobatan dan bekerja di luar negeri.
[irp]
Bobby menegaskan bahwa meskipun banyak penduduk non-Sumatera Utara yang tinggal di Kota Medan, proses pemulangan warga asing bukan merupakan kewenangan Pemerintah Kota Medan.
Dia berkomunikasi dengan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) terkait hal ini, namun menemui kesulitan dalam berkomunikasi dan berkoordinasi dengan mereka.
Bobby mengakui kesulitan dalam menemukan kantor UNHCR di Kota Medan, serta menggambarkan bahwa koordinasi dan komunikasi yang baik antara Pemko Medan dan UNHCR sangat diperlukan agar masalah ini dapat diselesaikan tanpa menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat Kota Medan.