Potretsumut.com – Masyarakat dan aktivis lingkungan menuntut tindakan dari Kapolres dan Walikota Binjai untuk menunjukkan keberanian dan komitmen dalam atasi permasalahan penambangan ilegal di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Binjai, Kecamatan Binjai Timur, menjadi sorotan berbagai pihak.
Penggunaan alat berat untuk mengeruk hasil bumi berupa tanah, pasir, dan kerikil diduga dilakukan secara ilegal dan hasilnya diperjualbelikan oleh pihak pengelola. Aktivitas ini menimbulkan kerugian besar bagi negara dan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Marihut Simarmata, selaku Koordinator Investigasi LSM Gatswamtra, menegaskan bahwa kerusakan lingkungan di lahan eks PTPN II yang masih dikelola oleh PTPN II sangat jelas melanggar UU RI No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Perda No 5 Tahun 2020 RTRW Kota Binjai, dan UU Lingkungan Hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Marihut, Pemko Binjai bersama FORKOPINDA harus segera bertindak untuk mengamankan para pelaku dan menarik alat berat yang ada di lokasi tersebut.
Kapolres Binjai, AKBP Rio Alexander Panelawan, SIK, saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, menyatakan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan (LIDIK).
Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan tegas yang diambil untuk menahan alat berat yang terus beroperasi di lokasi tersebut. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Kapolres Binjai mandul dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum.
Walikota Binjai, Drs. Amir Hamzah, MAP, ketika dikonfirmasi oleh media, tidak memberikan jawaban yang jelas.
Sikap diam ini menimbulkan dugaan bahwa Walikota tidak mampu atau tidak mau mengambil tindakan tegas terhadap kegiatan ilegal ini, yang semakin memperburuk situasi.
Aktivitas penambangan ilegal di TPA Binjai memiliki dampak yang sangat merusak terhadap lingkungan. Penggunaan alat berat untuk mengeruk tanah, pasir, dan kerikil menyebabkan degradasi tanah, penurunan kualitas udara, dan kerusakan ekosistem lokal.
Hal ini berdampak negatif pada kehidupan masyarakat sekitar yang bergantung pada lingkungan yang sehat untuk kehidupan sehari-hari.
Kasus penambangan ilegal ini menyoroti masalah yang lebih besar terkait penegakan hukum di Indonesia. Ketika hukum tidak ditegakkan dengan tegas, khususnya terhadap kegiatan yang merusak lingkungan dan merugikan negara, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah menurun.
Penegakan hukum yang lemah membuka peluang bagi pelaku kejahatan untuk terus melakukan aktivitas ilegal tanpa rasa takut akan konsekuensi.
Masyarakat dan aktivis lingkungan menuntut tindakan segera dari pihak berwenang. Mereka meminta Kapolres Binjai dan Walikota Binjai untuk menunjukkan keberanian dan komitmen mereka dalam menegakkan hukum.
Penarikan alat berat dari lokasi penambangan ilegal dan penangkapan para pelaku adalah langkah awal yang sangat dinantikan.
UU RI No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Perda No 5 Tahun 2020 RTRW Kota Binjai, dan UU Lingkungan Hidup mengatur dengan jelas tentang perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.
Pelanggaran terhadap undang-undang ini seharusnya direspons dengan tindakan hukum yang tegas. Aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum ditindaklanjuti dengan cepat dan adil.
Kasus di TPA Binjai mencerminkan kegagalan dalam penegakan hukum.
Aparat hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga supremasi hukum justru terkesan lamban dan tidak efektif.
Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan kapabilitas aparat penegak hukum di daerah tersebut.
Pemulihan lingkungan yang telah rusak akibat penambangan ilegal adalah langkah yang harus segera diambil. Pemerintah dan pihak terkait harus bekerja sama untuk merehabilitasi lahan yang telah terdegradasi.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan juga sangat penting agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus penambangan ilegal di TPA Binjai merupakan ujian bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam menegakkan supremasi hukum. Penundaan tindakan tegas oleh Kapolres Binjai dan ketidakjelasan respons dari Walikota Binjai menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem penegakan hukum.
Diperlukan komitmen dan tindakan nyata untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan lingkungan dilindungi dari aktivitas yang merusak. Masyarakat dan media harus terus mengawal kasus ini agar pihak berwenang tidak lalai dalam menjalankan tugas mereka. (tim)